THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 15 November 2010

MENGHORMATI TAMU ITU PENTING

ADAB MENGHORMATI TAMU

Intisari Khutbah Jum’ah Khalifah tanggal 17 Juli 2009
Menghormati tamu adalah satu adab, kesopan-satunan yang ada disebut di dalam Kitab Suci Alqur-aan. Dengan merujuk pada riwayat Hadhrat Ibrahim a.s. tentang penghormatan kepada tamu ini ada dua kali disebutkan dalam Alqur-aan. Pertama, dalam Surah Adz Dzaariyaat ketika para tamunya berkata kepada Hadhrat Ibrahim a.s. dengan ucapan ‘Salaam’ Hadhrat Ibrahim menjawab dengan ucapan serupa.
اِذْ دَخَلُوْا عَلَيْهِ فَقَالُوْا سَلٰمًا‌ؕ قَالَ سَلٰمٌ ۚ قَوْمٌ مُّنْكَرُوْنَ‌‏ ‘Idz dakhaluu ‘alaihi fa qaaluu salaaman qaala salaamun qaumum munkaruun’ – “Ketika mereka datang kepadanya, mereka berkata, ‘Selamat Sejahtera!’ Ia berkata, ‘Selamat Sejahtera!’ Ia mengira mereka itu adalah orang-orang asing”. (51:26). Arti pentingnya yang jelas dari ini adalah bahwa mereka kedua pihakannya berharap akan kesejahteraan pada satu sama yang lainnya. Namun, menurut kamus kosa-kata ada terjadi satu perbedaan di sana; para tamu itu mengucapkan kata ‘Salaaman’, namun Hadhrat Ibrahim a.s. menjawabnya dengan ‘Salaamun’, yang memiliki arti yang lebih luas dan lebih eloquent. Di sini kesopan-santunan yang disebut di dalam ayat Alqur-aan,
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَاۤ اَوْ رُدُّوْهَا‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَىْءٍ حَسِيْبًا‏ ‘Wa idzaa huyyiitum bi tahiyyatin fa hayyuu bi ahsana minhaa au rudduuhaa …..’ – “Dan, apabila kamu diberi ucapan Salaam, maka ucapkanlah Salaam yang lebih baik dari itu, atau paling tidak, balasan yang sama ”(An Nisaa’, 4:87) yang harus dipakai.
Huzur aba. menerangkan bahwa ucapan kata ‘Salaamun’ itu memberikan arti kesejahteraan yang kekal. Inilah standard ahlak yang tinggi, adab dan penghormatan dari seorang Nabi Tuhan. Dengan mengutip contoh ini, di sini meng-indikasikan kepada kita bahwa sebagai Ummatnya Yang Mulia Rasulullah s.a.w. kami itu harus senantiasa mengikuti standard ini dalam menyambut para tamu itu; jadi dengan menunjukkan dan menyampaikan keceriaan kita dalam menerima tamu-tamu kita itu. Alqur-aan selanjutnya menyatakan bahwa Hadhrat Ibrahim a.s. telah membuat persiapan yang memadai dalam menyiapkan hidangan bagi para tamu tersebut, فَرَاغَ اِلٰٓى اَهْلِهٖ فَجَآءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍۙ‏
‘Fa raagha ilaa ahlihii fa jaa-a bi ‘ijlin samiin’ – “Maka ia pergi dengan diam-diam kepada keluarganya, lalu ia membawa panggang anak sapi gemuk,” (Adz Dzaariyaat, 51:27) atau, yang juga dinyatakan di dalam Surah Huud, “…….. قَالُوْا سَلٰمًا‌ؕ قَالَ سَلٰمٌ‌ فَمَا لَبِثَ اَنْ جَآءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ‏ “…..qaaluu salaaman qaala salaamuun fa maa labitsa an jaa-a bi ijlin haniidz’ – “….. Mereka berkata, ‘Selamat sejahtera.’ Menjawablah ia, ‘Selamat Sejahtera,’ maka tidak lama kemudian ia datang dengan membawa panggang anak sapi.” (Huud, 11:70). Huzur aba. menerangkan bahwa Tuhan menyukai pemberian hidangan kepada para tamu itu yang diberikan secara tepat waktu dan dengan cara terbaik, apa yang orang dapat berikan. Dalam Surah Adz Dzaariyaat, perkara subyeknya bukan saja dalam hal penerimaan para tamu, namun dengan menyebutkannya itu, keistimewaan dalam adab ini ialah, bahwa walaupun mereka para tamu itu adalah orang-orang yang asing, namun mereka itu disambut dan diberi hidangan dengan cara yang bagus sekali. Mempersiapkan hidangan dalam menyambut tamu itu dikerjakan dengan tanpa bertanya-tanya terlebih dahulu. Huzur aba. mengatakan Tuhan amat menyukai kualitas ini di mana ini adalah satu sifat karakteristik dari Islam.
Penerimaan tamu dengan cara yang istimewa adalah satu sifat keistimewaannya yang menyolok dari Yang Mulia Rasulullah s.a.w., bahkan sebelumnya beliau diangkat menjadi Nabi pun.  Orang-orang Arab itu adalah orang-orang yang sangat menghormati kepada para tamu; tetapi kualitas yang terdapat pada diri Nabi s.a.w. ini memiliki kemegahan yang lebih besar. Ketika beliau menerima wahyu Ilahi yang pertama kalinya, beliau pulang ke rumah dengan perasaan yang sangat gelisah, yang merasa masygul dengan pengalaman pertamanya itu. Hadhrat Khadijah r.a. menenteramkan dan menghibur beliau. Ia mengatakan Tuhan tidak akan menghinakan beliau karena beliau itu adalah seorang yang sangat baik di dalam memenuhi kewajiban dan memenuhi kebutuhan saudara dan keluarganya, berusaha menolong menyelesaikan permasalahan mereka, menegakkan ahlak moral tinggi yang sudah ditinggalkan oleh orang, menerima tamu dengan baik,  menolong orang-orang miskin dan yang berkekurangan, maka betapa Tuhan akan menyia-menyiakan beliau? Huzur aba. mengatakan di sini disebutkan perihal penerimaan tetamu, di antara kualitas kebaikan beliau lain-lainnya, ini menunjukkan kepada kita bahwa di situlah keistimewaan beliau yang menonjol dibandingkan dengan orang-orang lainnya. Memang, setelahnya beliau menjadi Nabi, sifat kualitasnya ini terus meningkat dan menjadi sempurna.
Yang Mulia Rasulullah s.a.w. tidaklah hanya menghormati para tamunya dengan penyediaan makanan yang baik saja, tetapi beliau pun memperhatikan keperluan-keperluan kecil dari para tamunya, dengan membawanya sendiri kepada mereka itu. Beliau menasihati kepada para pengikutnya untuk melakukan yang sama dan mengatakan, jika engkau menyatakan mencintaiku, maka ikutilah aku. Penerimaan tamu yang secara baik itu beliau lakukan dengan tanpa berharap untuk memperoleh balasan kebaikan atau pujian, tetapi dikerjakannya itu hanyalah semata-mata untuk mentaati perintah dari Tuhan. Beliau menasihatkan untuk menerima dan menghormati para tamu dengan cara yang istimewa untuk selama tiga hari apa yang diperlukan oleh para tamu. Beliau mengatakan, jika orang itu percaya kepada Tuhan dan Hari Kiamat, maka orang itu haruslah menghormati para tetamunya. Penerimaan tamu oleh Nabi s.a.w. itu dikerjakan dengan penuh kegairahan dan semangat dalam pengkhidmatannya itu, tetapi beliau juga melaksanakannya untuk dijadikan contoh dari ajaran Islam kepada orang-orang dari agama atau kepercayaan lain atau orang-orang yang tidak beragama juga. Jadi, kita lihat bahwa adab penerimaan tamu ini bukan hanya sekedar untuk kesejahteraan pisik dan duniawi para tamunya itu saja, tetapi juga untuk kesejahteraan rohani atau spiritual mereka. Ini juga adalah ajaran yang beliau s.a.w.  tanamkan kepada para pengikut beliau.
Satu kali, seorang tamu yang belum beriman datang kepada Yang Mulia Rasulullah s.a.w.. Nabi s.a.w. membawakan susu dari seekor kambing untuk disuguhkan kepadanya. Tamu ini meminum habis susu tersebut. Demikianlah semangkuk dan semangkuk susu terus disuguhkan kepada tamunya itu –atas permintaan tamunya- sampai ada 7 mangkuk susu dari 7 ekor kambing yang semuanya habis diminumnya. Orang tersebut merasa amat terkesan sekali atas tingkat penghormatan pada tamu ini yang dikerjakan Nabi s.a.w. dengan tanpa ragu-ragu dan tanpa mengharapkan balasan. Pada keesokan harinya orang tersebut menerima dan masuk Islam. Jadi, lagi-lagi, beliau harus mengambil susu lagi untuk diberikan kepada orang tersebut, yang meminumnya sampai habis dan masih belum merasa kenyang dengan dua kali tambah. Setelah itu, Yang Mulia Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa seorang beriman itu akan merasa kenyang dengan satu mangkuk sedangkan seorang yang belum beriman baru kenyang dengan meminum tujuh mangkuk. Huzur aba. menerangkan bahwa suguhan-suguhan itu pertama-tamanya diberikan untuk memenuhi kebutuhannya dan hanya ketika orang ini sudah menolak untuk minum susu lebih banyak lagi, maka barulah Nabi s.a.w. berkata dan memberitahu kepada orang tersebut, tentang kedudukan apa yang akan diperolehnya dengan masuk ke dalam Islam.
Satu kali, sebuah delegasi utusan dari Kaisar Najasyi datang berkunjung. Yang Mulia Rasulullah s.a.w. membawakan hidangan bagi tamu ini yang dikerjakannya sendiri. Para Sahabat beliau bertanya mengapa Nabi s.a.w. sendiri yang harus melakukan hal itu padahal di sana ada Sahabat-sahabat beliau yang siap untuk mengerjakannya. Nabi s.a.w. menjawab bahwa orang-orang Najasyi itu telah menghormati orang-orang Muslimin, maka oleh karena itu beliau s.a.w. ingin membawakan sendiri hidangan bagi mereka itu sebagai balasan atas kebaikan mereka.
Satu kali, seorang Yahudi yang sedang bertamu, dikarenakan sakit ia ngompol dan mengotori tempat tidurnya dan mungkin karena malunya ia langsung meninggalkan tempat itu. Yang Mulia Rasulullah s.a.w. membersihkan sendiri bekas tempat tidurnya itu. Orang Yahudi itu ketinggalan sesuatu sehingga harus kembali lagi. Ketika orang tersebut melihatnya bahwa Nabi s.a.w. sendiri yang sedang membersihkan bekas tempat tidurnya yang ia basahi dan kotori itu, maka ia merasa sangat malu. Ia mengatakan, ia ingin masuk Islam. Satu kali, datang seorang musafir kepada Yang Mulia Rasulullah s.a.w. di mana beliau mengirimkan pesan ke rumah beliau untuk mengirim makanan. Jawaban dari rumahnya mengatakan tidak ada apa-apa di rumah kecuali air. Nabi s.a.w bertanya kepada Sahabat, siapa yang bisa menyediakan makanan. Seorang Anshar mengatakan ia bisa. Ketika Anshar itu pulang ke rumahnya dan minta istrinya untuk menyiapkan makanan bagi tamu, istrinya mengatakan hanya ada makanan yang cukup bagi anak-anak saja.  Ia mengatakan kepada istrinya untuk menyalakan lampu dan anak-anaknya supaya disuruh untuk tidur. Ketika makanan sudah masak dan tamu datang, maka ia bangkit dan pura-pura menyetel lampu tetapi justru ia mematikannya. Ia dan istrinya berpura-pura ikut makan di dalam kegelapan dan sementara itu tamu pun makan sampai kenyang. Esok harinya, ketika Anshar berjumpa dengan Yang Mulia Rasulullah s.a.w., Nabi s.a.w. tertawa dan mengatakan, “caranya engkau berperi-laku tadi malam itu telah membuat Allah tertawa”. Setelah peristiwa itulah maka ayat berikut ini diwahyukan: “……..وَلَا يَجِدُوْنَ فِىْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّاۤ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ؕ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ‌ۚ‏ “….. wa laa yajiiduuna fii shuduurihim haajatam mim maa utuu wa yu’tsiruuna ‘alaa anfusihim wa lau kaana bihim khashaashatuw wa man yuuqa syuhha nafsihii fa ulaa-ika humul muflihuun’ – “ …….  dan mereka tidak mendapati sesuatu keinginan di dalam dada mereka mengenai apa yang diberikan kepada mereka itu, tetapi mereka mengutamakannya di atas diri mereka sendiri, walaupun kemiskinan sedang melanda mereka. Dan barang siapa dapat mengatasi keserakahan dirinya, maka mereka itulah yang akan berhasil.” (Al Hasyr, 59:10).
Huzur aba. mengatakan Yang Mulia Rasulullah s.a.w. punya sekelompok Sahabat yang selalu bersama dan menyertai beliau pada setiap saat, takut ada sesuatu hal yang ia tidak mereka ketahui. Ini adalah satu kebaikan yang besar dari mereka terhadap Ummat ini sehingga mereka dapat menyampaikan kepada kita banyak Hadits-hadits. Hadhrat Abu Hurairah r.a. adalah salah seorang yang paling terbanyak meriwayatkan Hadits-hadits. Ia memiliki lebih banyak kesempatan mendengar sabda Nabi s.a.w., apa yang orang lainnya tidak dengar. Huzur aba. ini adalah karena ia punya latar belakang yang berkekurangan sehingga ia harus berada dekat-dekat saja di sekitar Yang Mulia Rasulullah s.a.w. di mana orang-orang lainnya hanya dapat bertemu beberapa kali saja dalam sehari. Di zaman dahulu itu, Hadhrat Abu Hurairah r.a. kadang-kadang perlu mengikatkan batu pada perutnya untuk melawan perihnya rasa lapar.
Satu hari, dalam keadaan seperti itu, ia duduk pada tempat di mana orang biasa lewat. Ia menghentikan Hadhrat Abu Bakar r.a. dan bertanya tentang arti dari suatu ayat Alqur-aan dengan pengharapan beliau juga akan mengasihnya makan. Namun, beliau hanyalah menjelaskan tentang artinya dari ayat tersebut dan kemudian berlalu. Kemudian, Hadhrat Umar r.a. lewat dan Hadhrat Abu Hurairah pun mengulangi pertanyaan yang sama dengan mengharap yang sama, tetapi beliau pun kemudian berlalu setelahnya menerangkan arti ayat tersebut. Kemudian datanglah lewat Yang Mulia Rasulullah s.a.w. Beliau melihat Hadhrat Abu Huraira dan mengajaknya pergi bersama beliau. Beliau mengajaknya ke rumah beliau dan mendapatkan ada setengah  mangkuk susu yang dikirim oleh seseorang. Yang Mulia Rasulullah s.a.w. meminta kepada Hadhrat Abu Hurairah untuk memanggil semua Ahli Sufah -As’hab us Suffah- (Para sahabat yang tidak punya penghasilan, yang tinggal di satu bagian Mesjid Nabi s.a.w.). Hadhrat Abu Hurairah tidak menyukai hal ini, karena ia merasa lapar sekali dan tidak bisa berpikir bagaimana susu yang hanya semangkuk ini dapat membuat kenyang orang yang sebanyak itu. Namun, dengan ketaatannya itu, ia pun memanggil semua orang yang ada di mesjid itu. Nabi s.a.w. minta kepada Hadhrat Abu Hurairah untuk menyuguhkan mangkuk susu itu kepada setiap orang. Ketika semuanya telah meminumnya, Nabi s.a.w. dengan tersenyum memberikan mangkuk itu kepada  Hadhrat Abu Hurairah dan memintanya untuk meminumnya sampai ia kenyang.  Ketika ia sudah minum dengan sekenyangnya, Yang Mulia Rasulullah s.a.w. mengambil mangkuk tersebut dan dengan memuji Tuhan, mengucapkan Bimillah kemudian beliau meminum susu tersebut. Huzur aba. mengatakan, Nabi s.a.w menganggap Ashab us Suffah itu adalah sebagai tamunya, itulah sebabnya beliau memberikan susu itu kepada mereka terlebih dahulu. Susu itu akan diberkati bahkan jika beliau s.a.w. meminumnya pertama kali, namun beliau memberikannya kepada yang lainnya sebagai rasa penghormatan beliau kepada tamunya.
Setelahnya Fatah / Kemenangan Mekkah ada banyak delegasi dari luar negeri yang datang menemui beliau. Beliau menerima tamu-tamunya itu dengan penuh kehormatan dan mengatur pemberian hadiah-hadiah bagi mereka. Beliau s.a.w mengatakan, bilamana seorang pemimpin bangsa atau seorang tamu terhormat dari bangsa lain datang berkunjung kepada kalian, maka hormatilah mereka itu sesuai dengan kedudukannya. Walaupun beliau itu sudah memerintahkan untuk menghormati para pemimpin, tapi beliau pun akan menghormati semua tamu-tamu beliau.
Huzur aba. mengatakan, pencinta sejatinya kepada Yang Mulia Rasulullah s.a.w., Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menjiplak model yang beberkat itu untuk di zaman ini. Satu kali beliau berkunjung ke kota Gurdaspur dan walaupun beliau itu sendiri adalah seorang pengunjung, tetapi beliau selalu memperhatikan dan melayani orang-orang yang datang untuk menjumpai beliau a.s. Beliau seringkali berkata bahwa orang-orang yang datang itu supaya santai dan relaks saja untuk meminta apa pun juga keperluan khusus yang mereka inginkan. Beliau berusaha keras untuk membuat para tamunya itu merasa senang dan relaks. Beliau satu kali mengatakan bahwa hati dari seorang tamu itu adalah seperti gelas, yang mudah pecah dengan satu pukulan kecil. Beliau menasihati kepada para pengikutnya agar benar-benar bersikap sopan santun dan penuh hormat kepada para tamu dan agar tetap diam dalam situasi yang menghangat atas caci-makian dari orang. Beliau memerintahkan kepada petugas yang bekerja di Langgar Khana (dapur umum) untuk memperhatikan dan memenuhi segala keperluan dari orang-orang. Beliau menambahkan bahwa ketika orang sedang mengerjakan semua pekerjaannya sendiri, maka ia bisa saja melupakan sesuatu, dalam hal itu maka orang-orang lainnyalah yang harus mengingatkan dia. Beliau memerintahkan untuk melayani semua orang, dengan tidak melihat bagaimana tampang rupanya dari orang itu, dengan tanpa membeda-bedakannya.
Huzur aba. menceriterakan beberapa kejadian yang memberikan contoh tentang ke-istimewaannya perbuatan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dalam mengkhidmati tamunya itu. Beliau selalu menemui orang-orang dengan penuh keceriaan, ini karena sunnah dari junjungannya itu.
Huzur mengatakan, sekarang ini adalah tugas dan kewajiban kita untuk melaksanakan tradisi ini. Hari-hari ini, kami mulai menerima para tamu yang datang untuk menghadiri Jalsah Salanah. Jalsah yang dimulai oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s. setelahnya diberitahu oleh Ilahi. Beliau juga banyak-banyak berdoa dan mendoakan bagi mereka yang hadir pada Jalsah Salanah. Dengan cara ini mereka itu adalah para tamunya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang kepada mereka itu kita harus berusaha menerima dan menghormati para tamu ini demi untuk mencari ridha Tuhan dan demi untuk persaudaraan dalam agama.
Huzur mengatakan para petugas Jalsah itu harus melaksanakan tugas-tugas mereka itu dengan rajinnya, sopan-santun, bersabar dan menjaga tenggang rasa. Setiap keperluan kecil dari para tamu harus diperhatikan dan disediakan. Setiap tamu itu harus diperlakukan seolah-olah ia itu adalah tamu khusus dari orang yang sedang bertugas. Semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada setiap anggota yang bertugas untuk menjalankan tugas dan kewajibannya dengan cara yang sebaik-baiknya.
Selanjutnya Huzur aba. mengumumkan bahwa beliau akan menyelenggarakan Shalat jenazah ghaib setelahnya Shalat Jum’at bagi dua orang yang baru meninggal. Chaudhry Mahmood Ahmad Cheema sahib seorang Wakaf yang meninggal dunia pada tanggal 12 July 2009 di Rabwah. Umur beliau 81 tahun. Beliau pernah bertugas di Sierra Leone, di Jerman dan di Indonesia. Tugasnya di Indonesia berlangsung sangat lama, 33 tahun. Yang akhirnya beliau kembali ke Rabwah pada tahun 2002. Beliau berkesempatan untuk pergi naik Haji. Beliau adalah seorang yang shaleh, mukhlis dan mewakafkan seluruh kehidupannya untuk Jama’at. Beliau memiliki hubungan yang sangat erat dengan Khilafat. Beliau meninggalkan banyak putri-putrinya, semoga mereka ini dapat meneruskan kemukhlisan dari ayahnya.
Sahibzadi Amatul Momin sahiba, yang adalah istri dari Sahibzada Mirza Naeem Ahmad sahib meninggal dunia pada umur 68 tahun. Almarhumah adalah cucu (melalui ayah) dari Hadhrat Mirza Sharif Ahmad dan cucu (melalui ibu) dari Mirza Aziz`Ahmad sahib. Ayahnya adalah Sahibzada Mirza Zafar Ahmad sahib dan ibundanya adalah Amatul Naseer sahiba. Beliau adalah menantu dari Hadhrat Muslih Mau’ud r.a.  Beliau adalah seorang yang paling sabar dan tabah serta mukhlis. Beliau sangat tabah dan bersabar atas meninggalnya kedua orang tuanya dan suami beliau. Beliau menahan derita sakitnya yang lama dengan penuh ketabahan dan tanpa mengeluhkannya. Semoga  Tuhan meninggikan status almarhumah dan membuat keturunannya tetap teguh dalam keshalehan.

0 komentar: